Thursday, March 21, 2013

Pendekatan kognitif sosial terhadap pembelajaran dan pendekatan ilmu perilaku dan kognitif sosial


Kecerdasan kognitif seorang anak sangat beragam dan mempengaruhi bagaimana proses pendektan atau pembentukan prilaku dan kognitif sosial anak tersebut.Sebelum kami membahas lebih lanjut mengenai tentang pendekatan perilaku dan kognitif sosial dan pendekatan kognitif sosial terhadap pembelajaran kami akan mengulas sedikit tentang revolusi kognitif.pada awal 1950-an,benjamin bloom menciptakan taksonomi keterampilan dalam mengingat,memahami,mensintesis dan mengevaluasi.ia yakin bahwa para guru harus membantu siswa menggunakan dan mengembangkan ketrampilan kognitif yang di miliki nya(bloom & krathwohl,1956).
saat ini,pendekatan kognitif serta ilmu telah berkembang menjadi bagian dari psikologi pendidikan (bransford,2006; pressley & harris,2006),dan psikologi pendidikan semakin fokus pada aspek sosioemosional kehidupan para siswa.sebagai contoh,mereka menganalisis sekolah sebagai sebuah konteks sosial dan meneliti peran budaya dalam pendidikan (diaz,pelletier,& provenzo,2006;kress&elias,2006;dan okagaki,2006.
1.   Otak
Perkembangan Kognitif adalah perkembangan kecerdasan otak pada anak yang terjadi di dalam otak,akan tetapi tidak banyak orang yang mengetahui bagaiman otak mengalami perubahan ketika anak-anak berkembang.belum lama ini,para ilmuan berpikir bahwa gen menentukan bagaimana otak anak disusun dan tidak kebanyakan sel,sel-sel di dalam otak yang bertanggung jawab atas pemprosessan informasi, serta berhenti membelah pada masa anak-anak. Otak seperti apa yang diturunkan kepada anak-anak, pada dasarnya mereka tidak dapat berbuat apa-apa untuk mengubahnya. Namun, pandangan ini tampaknya salah. Padahal, otak mempunyai plastisitas (kelunturan) atau kemampuan untuk berubah tinggi, serta perkembangan bergantung pada pengalaman (Nelson, Thomas, dan de Haan, 2006;Stettler & yang lain, 2006). Apa yang dilakukan anak-anak, bisa mengubah perkembangan otak mereka.
Pandangan masa lalu tentang otak, merupakan bagian fakta yang mengungkapkan bahwa para ilmuwan tidak mempunyai teknologi untuk mendeteksi dan memetakkan perubahan yang sensitif di dalam otak, ketika otak berkembang. Saat ini, teknik mengindai otak yang canggih memungkinkan deteksi yang lebih baik mengenai perubahan ini. Telah ada banyak kemajuan dalam memetakkan perubahan perkembangan di dalam otak, meskipun banyak yang masih tak diketahui, serta hubungannya dengan pendidikan anak-anak masih sulit diketahui (Nelson, Thomas, dan de Haan,2006).



Sel dan bagian otak jumlah dan ukuran ujung saraf otak terus bertambah setidaknya sampai masa remaja. Beberapa pertambahan ukuran otak juga berhubungan myelinasi proses pembungkusan beberapa sel di otak oleh selubung myelin. Hal tersebut akan meningkatkan kecepatan jalur informasi pada sistem saraf. Myelinasi di daerah otak yang berhubungan dengan koordinasi tangan-mata, terus berlanjut hingga usia kurang lebih usia 4 tahun. Myelinasi di daerah otak penting dalam memfokuskan perhatian masih berlangsung hingga usia kurang lebih 10 tahun (Tanner, 1978). Perngaruh proses tersebut pada pengajaran adalah anak-anak akan kesulitan untuk memfokuskan perhatian dan mempertahankannya untuk waktu yang sangat lama selama masa kanak-kanak awal, teteapi perhatian mereka akan meningkat ketika mereka melalui tahun-tahun di sekolah dasar. Proses myelinasi yang meningkat secara besar-besaran terjadi di bagian depan otak (lobus frontalis), tempat terjadi penalaran dan pemikiran, selama masa remaja(Nelson, Thomas, dan de Haan,2006).
Aspek-aspek lain yang penting dari perkembangan otak pada tingkat sel adalah peningkatan yang dramatis dalam hubungan antarneuron (sel saraf). Sinapsis adalah selah kecil diantara neuron tempat hubungan antarneuron dibangun. Para peneliti telah menemukan aspek yang menarik dari hubungan sinapsis. Koneksi tersebuat di buat hampir dua kali lebih banyak dibanding jumlah yang kelak digunakan. (Huttenlocher & Dabholkar; 1997; Hutterlocher & yang lain, 1991). Hubungan antarneuron yang digunakan menjadi lebih kuat dan akan bertahan, sementara yang tidak digunakan akan diganti oleh jalan lain atau menghilang.dalam sebuah studi yang menggunakan teknik mengindai otak yang canggih, otak anak-anak terlihat mengalami perubahan anatomi yang substansial antara usia 3 dan 15 (Thompson dan yang lain,2000). Para peneliti menemukan bahwa otak anak-anak mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dan nyata, dengan cara mepindaian otak berulang kali pada anak-anak yang sama selama lebih dari 4 tahun. Jumlah materi otak di beberapa daerah bisa hampir dua kalinya dalam 1 tahun, yang di ikuti oleh menghilangnya jaringan secara drastis karena sel-sel yang tidak dibutuhkan di singkirkan dan otak secaara mandiri terus dilakukan pengaturan. Dalam studi ini, ukuran otak secara keseluruhan tidak berubah dari usia 3 – 15 tahun. Namun, pertumbuhan yang cepat dalam lobus frontallis, terutama pada daerah-daerah yang berhubungan dengan perhatian.
·         Leteralisasi (lateralization)
Adalah spesialisasi fungsi di setiap belahan otak
Pada individu-individu yang mempunyai otak yang utuh, terdapat perbedaan fungsi-fungsi di beberapa area:
1.      Pemprosesan verbal
pada sebaian besar individu, bicara tatat bahasa ditempatkan dibelahan otak kiri (jabbour, dkk,2005; lohman, dkk;2005;wSilke,dkk,2005).
2.      Pemprosesan nonverbal.
Otak kanan biasanya lebih dominan dalam memproses informasi njonverbal seperti persepsi spasial, pengenalan visual, dan emosi (demaree,dkk,2005;floel,dkk,2004). Otak kanan juga mungkin berpearn ketika orang-orang mengungkapkan emosi atau mengenali emosi orang lain.
·         Plasitisitas
Seperti yang kita ketahui, otak mempunyai plasitisitas, dan prkembangannya trgantung pada konteksnya (giedd),dan lainnya,2006;nelson,tomas,dan de haan,2006;withford dan yang lainnya,2006.lingkungan yang ada dapat menghasilkan perkembangan pembelajaran dan fungsi otak.
             
2.   Teori dan tokoh kognitif
 Di dalam proses kognitif mempunyai dua tokoh dan pendapat mereka yaitu:
A.    Teori piaget
Teori piaget adalah: penyair noah perry pernah bertanya,”siapakahyang mengetahui pikiran seorang anak?tidak ada yang lebih tahu dari psikologi swiss yang terkenal,jean piaget(1896-1980).
  •   skema piaget(1954) menyatakan bahwa ketika anak berusaha membangun pemahaman mengenai dunia,otak berkembang membentuk skema (schema).inilah tindakan atau representasi mental yang mengatur pengetahuan.dalam teori piaget,skema perilaku (aktivitas fisik) merupakan ciri dari masa bayi dan skema mentral (aktivitas kognitif)berkembang pada masa kanak-kanak (lamb,bornstein,&teti,2002).skema bayi di susun secara sederhana mislnya menyedot,menggegam,melihat suatu objek,sedangkan anak yang berumur lebih tua mempunyai skema untuk menyelesaikan masalah.
Ø  Asimilasi dan akomodasi piaget memberikan konsep asimilasi dan akomodasi untuk menjelaskan bagaimana anak-anak menggunakan dan menyusaikan skema mereka,asimilasi(asimilation) terjadi ketika anak-anak memasukkan informasi baru ke dalam skema mereka yang sudah ada sebelumnya.akomodasi(accomodation) terjadii ketika anak-anak menyusaikan skema mereka agar sesuai dengan informasi dan pengalaman baru mereka.
Ø  Organisasi menurut piaget,anak-anak mengatur pengalaman mereka secara kognitif untuk mengartikan dunia mereka.organisasi(organization) dalam teori piaget adalah pengelompokkan perilaku dan pikiran yang terisolasi ke dalam sebuah susunan sistem yang lebih tinggi.
Ø  Ekuilibrasi dan tahapan perkembangan ekuilibrasi equilibration adalah mekanisme yang di ajukan piagetuntuk menjelaskan bagaimana anak-anak beralih dari satu tahap pemikiran ke tahap pemikiran yang selanjutnya.menurut piaget hasil dari proses ini adalah individu-individu tersebut melalui empat tahap perkembangan.
Tahapan piaget setiap tahapan piaget berkaitan dengan usia dan terdiri dari cara pikirbyanng berbeda-beda.
piaget mengajukan empat tahap perkembangan kognitif
yaitu: sensorimotor,praoperasional,operasional konkret,operasional pormal.
a)      Tahap sensorimotor(sensorimotor stage) merupakan tahap perkembangan kognitif piaget yang pertama,berlangsung dari kelahiran sampai kurang lebih 2 tahun.dalam tahap ini,bayi membangun pemahaman tentang dunia dengan mengoordinasikan pengalaman sensori dan motorik mereka.oleh karena itu di sebut sensorimotor.pada permulaan tahap ini,bayi hanya menunjukan lebih dari sekdar pola adaptasi dengan dunia.dan pada pengujung tahap ini,mereka meperlihatkan pola sensori-motorik yang jauh lebih rumit.
b)      Tahap praoperasional(preoperational stage) adalah tahap perkembangan kognitif piaget yang ke dua,berlangsung antara usia 2 sampai 7 tahun.tahap ini lebih simbolikdari pada sensorimotor,tetapi tidak melibatkan pemikiran operasional.namun,tahap ini bersifat egosentris dan intutif dari pada logis.pemikiran praoperasional terbagi menjadi dua subtahap: fungsi simbiolik dan pemikiran intutif.
·         Subtahap fungsi simbiolik(symbolic function substage) berlangsung antara usia 2 sampai 4 tahun.dalam subtahap ini anak melatih kemampuan untuk mewujudkan secara mental sebuah benda yang tidak ada.hal tersebut akan memperluas dunia mental si anak menuju dimensi.
·         Subtahap pemikiran intuitif(intuitive though substage) adalah subtahap pemikiran praoperasional yang kedua,dimulai sekitar usia 7 tahun.pada subtahap ini anak-anak mulai menggunakan pemikiran primitif dan ingin mengetahui jawaban untuk semua jenis pertanyaan.piaget menyebut subtahap ini “intuitif” karena anak-anak tampak sangat yakin tentang pengetahuan dan pemahaman mereka,namun tidak sadar bagimana mereka menggetahui apa yang mereka ketahui.artinya mereka mengatakan mereka mengetahui sesuatu,tetapi mengetahui nya tanpa menggunakan pemikiran yang rasional.
c)      Tahap operasional konkret(concrete operational stage) merupakan tahap perkembangan kognitif piaget yang kettiga,berlangsung dari usia sekitar 7-11 tahun.pemikiran operasional konkret melibatkan penggunaan konsep operasi.pemikiran yang logis menggantikan pemikiran intuitif,tetapi hanya dalam situasi yang konkret.terdapat keterampilan mengklarifikasikan,tetapi persoalan yang abstark tetap tidak terseleasaikan.operasi konkret adalah tindakan mental yang bisa bolak-balik dan berkaitan dengan objek yang nyata dan konkret.
d)     Tahap operasional formal(formal operational step)merupakan tahap perkembangan piaget yang ke empat atau terakhir,berlangsung padaumur 11-15 tahun.pada tahap ini,individu-individu mulai mengambil keputusan berdasarkan pengalaman nyata dan berpikir lebih abstrak,idealis,dan logis.

B.     teori vygotsky
menurut vygotsky,fungsi-fungsi mental mempunyai hubungan eksternal atau hubungan sosial.vygotsky menyatakan bahwa anak-anak mengembangkan konsep-konsep yang sistematis,logis,dan rasional yang merupakan hasil dari dialog bersama pembimbing nya yang terampil.jadi,dalam teori vygotsky,orang lain dan bahasa peran kunci dalam
perkembangan kognitif seorang anak (bodrova & leong, 2007; fidalgo & pereira, 2005; hyson, coople, & jones, 2006; stetsenko & arievitch,2004).

3.   Otak (kognitif) dan pendidikan
hubungan yang biasanya di ajukan antara ilmu saraf dan pendidikan otak adalah bahwa ada periode yang penting atau sensitif,dan ketika pembelajaran nya mudah,efektif,dan di pertahankandengan mudah.namun,tidak ada bukti dari ilmu persyarafanuntuk mendukung kalau individu-individu yang berotak kiri yang lebih logisdan individu-individu yang berotak kanan lebih kreatof bahwa hubungan-hubungan antara ilmu saraf dan ilmu pendidikan otak ( blakemore & frith, 2005; breur,1995 dan sousa 1995)
4.   Pendekatan kognitif sosial terhadap pembelajaran dan pendekatan ilmu perilaku dan kognitif sosial
·    Asumsi-asumsi dasar teori kognitif sosial
Teori kognitif sosial berakar pada behaviorisme dan dengan demikian juga membahas pengaruh-pengaruh penguatan dan hukuman dalam batas tertentu.dan di bawah ini kita akan membahas pendekatan kognitif sosial terhadap pembelajaran.






05
1.      Orang dapat belajar dengan mengamati orang lain.
Belajar seringkalimerupakan prose trial and eror.orang mencoba banyak respon yang berbeda,dengan meningkatkan respon-respon yang menghasilkan konsekuensi – konsekuensi yang di inginkan dan membuang yang tidak produktif.teori kognitif sosial menyatakan bahwa para pembelajar tidak harus “bereksperimen”dengan cara trial and error semacam itu,tapi juga bisa menggunakan cara lain seperti mengamati prilaku orang lain atau yang di sebut model.
2.      Belajar merupakan suatu proses internal yang mungkin atau juga tidak menghasilkan perubahan prilaku.
Beberapa dari hal-hal yang di pelajari orang muncul dalam perilaku mereka dengan segera,yang lain mempengaruhi perilaku mereka di kemudian hari,dan yang lain lagi tidak mempengaruhi perilaku mereka sama sekali.
3.      Manusia dan lingkungan nya saling mempengaruhi
Pembelajaran juga mempengaruhi lingkungan,seringkali secara sadar dan sengaja.dan dalam tingkat tertentu,pelajar mempengaruhi lingkungan nya melalui perilaku mereka.,misalnya respon yang di buat oleh siswa yang menentukan berbagai aktifitas yang mereka sukai.proses-proses kognitif internal,karateristik
 kepribadian,dan lain-lain yang dalam cara tertentu terletak dalam diri pembelajar.
4.      Perilaku terarah pada tujuan-tujuan tertentu
Para ahli tori kognitif sosial mengemukakan bahwa orang seringkali menetapkan tujuan bagi diri mereka sendiri dan mengarahkan perilaku mereka berdasarkan tujuan itu.
5.      Perilaku menjadi semakin bisa di aatur sendiri-sendiri
Biasanya manusia tahun pertama kehidupan tindakan mereka di kontrol dan di arahkan oleh orang-orang terdekat mereka,namun saat mereka sudah beranjak dewasa mereka cenderung bisa mengontrol sendiri kehidupan mereka.
1.      Pemodelan
Sebagai manusia kita mempunyai kemampuan untuk meniru orang lain hampir sejak kita lahir ( T.F. field, woddson, greenberg, & cohen, 1982; kugiumutzakis, 1988; meltzoff, 2005).dan dalam kenyataan nya ternyata otak di perlengkapi secara khusus bagi imitasi.model di bagi menjadi 2 macam yaitu:
a)      Model hidup (live models) yaitu model manusia atau orang-orang yang ada di sekitar kita seperti orang tua,guru,teman,dll.
b)      Model simbolik (symbolic models) karakter yang nyata atau fiksi yang di gambarkan dengan buku,tv,majalah,koran,dll.
·         Perilaku yang Dapat Dipelajari melalui Pemodelan
Orang tentu saja mempelajari banyak perilaku psikomotor dengan mengamati apa yang dilakukan orang lain, mulai dari tindakan yang relatif sederhana (mis., menggosok gigi) hingga tindakan yang jauh lebih kompleks (mis., menampilkan gerakan tarian atau keterampilan gimnastik) (Magil, 1993; Poche, McCubbrey, & Munr, 1982; Vintere, Hemmes, Brown, & Poulson, 2004).
·         keterampilan Akademis Siswa mempelajari banyak keterampilan akademis, setidaknya sebagian, dengan mengamati apa yang dilakukna orang lain. Misalnya, mereka mungkin belajar bagaimana memecahkan soal pembagian yang panjang atau menulis karangan yang kohesif sebagian mengamati bagaimana guru dan teman mereka melakukan hal tersebut. (Braaksma, Rijlaarsdam, & van den Bergh, 2002; R. J. Sawyer, Graham, & Haris, 1992; Shcunk & Hanson, 1985).
·         Agresi banyak kajian penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak mkenjadi lebih agresif ketika mereka mengamati model yang agresif atau berprilaku kasar (Bandura, 1965; Goldstein, Arnorld, Rosenberg, Stowe, & Ortiz, 2001; Guerra, Huesmann, & Splinder, 2003). Anak-anak mempelajari agresi tidak hanya dari model hidup (live models), tapi juga dari model simbolik (symbolic models) yang mereka lihat di film, televisi, atau video game (C. A. Anderson et. Al., 2003). Dalam kenyataan, imitasi anak-anak cendrung menganbil bentuk yang sama seperti agresi yang mereka lihat (Bandura, Ross, & Ross, 1963; Mischel & Grusec, 1966). Anak laki-laki khususnya cendrung meniru prilaku agresif orang lain (Bandura et. Al.,  1963; Bushman & Anderson, 2001; Lowry et. Al., 1995).
·         Prilaku interpersonal Dengan mengamati dan meniru orang lain, pembelajar mendapatkan banyak keterampilan interpersonal. Sebagai contoh, dalam kelompok kecil dengan teman-teman sekelass, anak-anak bisa mengadopsi strategi satu sama lain untuk melakukna diskusi mengenai kesusasteraan, mungkin belajar bagaimanameminta pendapat satu sama lain.
2.      Bagaimana Model Memengaruhi Perilaku?
·         Efek pembelajaran observasional (observasional learning effect). Pengamat menunjukkan perilaku baru yang diperagakan oleh model. Dengan melihat dan mendengarkan model, siswa belajar cara membedah cacing tanah, berenang gaya punggung, dan mengucapkan “Estudia usted espanol?” dengan benar. Mereka juga bisa mendapatkan kepercayaan religius dan politik yang mereka dengar dianut orang tua mereka.
·         Efek pemfasilitasi respons (response falicication effect). Pengamat menunjukkan prilaku yang telah dipelajari sebelumnya lebih sering setelah melihat  seorang model diberi penguatan karena menampilkan prilaku tersebut (yi., setelah menerima penguatan yang bersifat vicarious).
·         Efek penghambat respons (response inhibition effect). Pengamat mengurangi frrekuensi prilaku yang telah dipelajari setelah melihat seorang model dihukum karena prilaku tersebut (yi., setelah menerima penguatan yang bersifat vicarious).
·         Response disinhibition effect. Pengamat menunjukkan prilaku yang dilarang atau dihukum lebih sering detelah melihat seorang model menunjukkan prilaku tersebut tanpa mendapatkan konsekuensi yang merugikan.
§  Karakterisitk-karakteristik Model yang Efektif
v  Kompetensi pembelajar biasanya mencoba meniru orang-orang yang melakukan sesuatu dengan baik, bukan sebaliknya.
v  Pretise dan kekuasaan anak-anak dan remaja sering meniru orang yang terkenal atau orang yang berkuasa. Beberapa model yang efektif-pemimpin dunia, atlet terkenal, bintang rock populer-adalah orang-orang yang terkenal di tingkat nasional maupun internasional.
v  Prilaku “sesuia jender”
v  Perilaku yang relevan dengan situasi pembelajar sendiri pembelajar paling mungkin mengadopsi perilaku yang mereka yakini akan membantu mereka dalam situasi mereka.
v  Membantu Siswa Belajar dari Model
v  Atensi
v  Retensi
v  Reproduksi Motor selain atensi dan mengingat, pembelajar harus secar fisik mampu memproduksi perilaku model.
3.      Self-Efficacy
Secara umum, Self-efficacy adalah penilaian seorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Yang mempengaruhi perilaku & kognisi / wajib memiliki oleh pengajar.
4.      Self-Efficacy Mempengaruhi Perilaku dan Kognisi
Perasaan Self-efficacy siswa mempengaruhi pilihan aktivitas mereka, tujuan mereka, dan usaha serta persistensi mereka dalam aktivitas-aktivitas kelas. Dengan demikian, Self-efficacy pun pada akhirnya mempengaruhi pembelajaran dan prestasi mereka (Bandura, 1982, 2000; Schuck & Pajares, 2004).
        i.            Pilihan aktivitas
a)      Tujuan
b)     Usaha dan persistensi
c)      Pembelajaran dan prestasi
      ii.            Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Self-Efficacy
·         Keberhasilan dan Kegagalan Pembelajar Sebelumnya
·         Kesuksesan dan Kegagalan dalam Kelompok yang Lebih Besar

5.      Self-Efficacy Guru
Bukan hanya siswa saja yang harus memiliki Self-efficacy yang tinggi agar sukses di kelas, tetapi juga kita, sebagai guru, juga harus memiliki Self-efficacy yang tinggi akan kemampuan kita membantu para siswa sukses.
a.      Pengaturan Diri
Self-efficacy yang tinggi bukanlah satu-satunya yang mempengaruhi performa mereka. Siswa juga harus menguassai pengetahuan dan keterampilan yang membuat performa yang tinggi itu menjadi mungkin. Beberapa pengetahuan dan keterampialn itu bersifat spesifik untuk topik-topik dan mata pembelajaran tertentu, tetapi satu set keterampilan-keterampilan-keterampilan pengaturan diri (self-regulation skills)-dapat memiliki pengaruh bagi prestasi siswa di amna pun. Untuk mendapat gambaran tentang keterampilan-keterampilan pengaturan diri (self-regulation).
6.      Self-Regulated Behavior
Mengontrol dan memonitor prilaku kita sendiri (Bandura, 1986). Perilaku yang diatur sendiri (self-regulated behavior).
a.      Standar dan Tujuan yang Ditentukan Sendiri (Self-Determined Standars and Goals)

b.      Pengaturan emosi Pengaturan emosi (emotional regulation), yaitu selalu menjaga atau mengelola setiap perasaan- mungkin amarah, dendam, kebencian, atau kegembiraan yang berlebihan-agar tidak menghasilkan respons-respons yang kontraproduktif.
7.      Instruksi diri
Ø  Instruksi diri (self-intruction), kita memberi mereka saran untuk mengingat diri mereka sendiri tentang tindakan- tindakan yang tepat. Strategi semacam itu sering efektif bagi siswa yang, kalau tidak, cendrung berprilaku tanpa berprilaku (Carter & Doyle, 2006; Casey & Burton, 1982; Meichenbaum, 1985).
Salah satu cara yang efektif mengajarkan siswa untuk memberikan instruksi bagi diri mereka sendiri melibatkan 5 langkah (Meichenbaum, 1977):
1.      Cognitive Modeling: guru menjadi model instruksi diri dengan mengulangi berbagai instruksi dengan suara keras sementara pada saat bersamaan melakukan aktivitas itu.
2.      Overt, external guidance: guru mengulangi instruksi dengan suara yang keras sementara pada saat bersamaan melakukan aktivitas itu.
3.      Overt self-guidance: siswa mengulangi berbagai instruksi dengan suara keras sembari bersamaan melakukan aktivitas itu.
4.      Faded, overt self-instruction: siswa membisikkan instruksi itu sembari melakukan aktivitas itu.
5.      Covert self- guidance: siswa berfikir dengan tenang mengenai instruksi itu sembari melakukan aktivitas itu.
8.      Self-Monitoring
mengamati diri sendiri saat sedang melakukan sesuatu- sebuah proses yang dikenal dengan  Self-monitoring, atau observasi diri (self-observation).
·         Evaluasi Diri mereka harus melakukan Evaluasi Diri (self-evaluation).
·         Kontingensi yang ditetapkan sendiri (self-imposed contingencies)
Self-reinforcement dan self-punishment semacam itu merupakan Kontingensi yang ditetapkan sendiri (self-imposed contingencies). Sebuah sajak tentang naik kuda yang ditulis oleh Melinda yang berusia 16 tahun.
9.      Self-Regulated Learning
Pembelajar yang benar-benar efektif, siswa yang harus terlibat dalam beberapa aktivitas mengatur diri (self-regulating activities) yang baru saja dijelaskan. Mereka haru mengatur proses-proses mental mereka sendiri. Secara khusus, pembelajaran yang diatur sendiri (self-regulated learning) mencakup proses-proses.
·         Penetapan tujuan (goal setting). Pembelajar yang mengatur diri tahu apa yang ingin mereka capai ketika membaca atau belajar-mungkin mempelajari fakta-fakta yang spesifik, mendapatkan pemahaman konseptual yang luas tentang suatu topik, atau hanya mendapatkan pengetahuan yang memadai agar bisa mengerjakan soal ujian di kelas.
·         Perencanaan (planning). Pembelajar yang mengatur diri sebelumnya sudah menentukan bagaimana baiknya menggunakan waktu sumber daya yang tersedia untuk utgas-tugas belajar (Zimmerman, 2004; Zimmerman & Risemberg, 1997).
·         Motivasi diri (self-motivation). Pembelajar yang mengatur diri biasanya memiliki sself-efficacy yang tinggi akan kemampuan mereka menyelesaikan suatu tugas belajar dengan sukses.

09
·         Kontrol atensi (attention control). Pembelajar yang mengatur diri berusaha memfokuskan perhatian mereka pada pembelajaran yang sedang berlangsung dan menghilangkan dari pikiran mereka hal-hal lain yang mengganggu (Harnishfeger, 1995; Kuhl, 1985; Winne, 1995)
·         Monitor diri (self-monitoring). Pembelajar yang mengatur diri terus memonitor kemajuan mereka dalam kerangka tujuan yang telah ditetapkan, dan mereka mengubah strategi belajar atau memodifikasi tujuan bila dibutuhkan (D.L. Butler & Winne, 1995; Carver & Scheier, 1990; Zimmerman, 2004).
·         Mencari bantuan yang tepat (appropriate help seeking). Pembelajar yang benar-benar mengatur diri tidak harus berusaha sendiri. Sebaliknya, mereka menyadari bahwa mereka membutuhkan bantuan orang lain dan mencari bantuan semacam itu.
·         Evaluasi diri (self-evalution). Pembelajar yang mampu mengatur diri menentukkan apakah yang mereka pelajari itu telah memenuhi tujuan awal mereka. Idealnya, mereka juga menggunakan evaluasi diri untuk menyesuaikan pengguanaan berbagai strategi belajar dalam kesempatan-kesempatan di kemudian hari (Schraw & Moshman, 1995; Winne & Hadwin, 1998; Zimmerman & Schunk, 2004)
10.  Self-regulated problem solving
Mengarahkan usaha sendiri secara  efektif untuk memecahakan masalah-masalah yang kompleks-yang lazim disebut pemecahan masalah yang diatur sendiri (self-regulated problem solving)-melibatkan banyak komponen yang sana sebagaimana dalam pembelajaran yang diatur sendiri (self-regulated learning): penetapan tujuan, motivasi diri, kontrol atensi, evaluasi diri, dan sebagainya (Zimmerman & Campillo, 2003).

No comments:

Post a Comment